Default

Cerita Themilo Tentang Album Baru Yang Tertunda 8 Tahun

Bagi sebuah band untuk merilis album keduanya delapan tahun setelah album debutnya rilis di pasaran adalah waktu yang lama. Namun, musibah demi musibah yang tidak terduga mampu memaksa band asal Kota Kembang, Themilo, untuk melakukan hal ini.

Album kedua mereka, Photograph, diharuskan untuk dirilis delapan tahun setelah Let Me Begin, album pertama mereka yang dilepas ke pasaran pada tahun 2003.

Itulah yang dibeberkan oleh Ajie Gergaji (vokal/gitar), Taufik “Upik” Hidayat (gitar), Rizki “Suki” Khaerullah (bass), Hendi “Unyil” Priyatna (keyboard), dan Budi “Krucil” Wiranto (drum) kepada Rolling Stone beberapa jam sebelum unit shoegaze ini tampil di Rolling Stone HQ untuk Rolling Stone Release Party edisi Maret pada Jumat (18/3). Berikut cukilannya.

Materi pada album Photograph sempat bocor di internet enam tahun lalu. Kenapa harus menunggu selama ini untuk merilis Photograph di pasaran secara fisik?

Ajie: Sebenarnya ada kejadian lain. Kebocoran itu kan terjadi pas studio kami di rumah. Ada kejadian lagi, filenya kehapus. Dalam satu folder itu, hilang semua. Akhirnya kami memutuskan untuk pindah ke studio beneran. Dari situ, proses pengerjaan albumnya memang santai. Tiba-tiba ada kejadian lagi yang nyaris sama, kali ini lebih berat kejadiannya. Hard disk di studio itu jebol. Nah, 90 persen materi yang disimpan di hard disk studio itu tidak bisa terselamatkan. Dari situ kami harus take ulang lagi. Mental anak-anak udah ngedrop tuh. Nyari lagi trigger-nya biar semangat lagi itu agak lama. Karena itulah, butuh waktu selama ini untuk merilis Photograph.

Upik: Lalu biar beda saja dengan yang bocor. Yang bocor itu ada sekitar tujuh lagu, tapi itu belum lengkap. Instrumennya belum lengkap semua. Nah, biar membedakan yang bocor dengan yang tidak, lagu-lagunya kami aransemen ulang lagi. Ditambah sound-sound lagi, agar agak beda. Pas aransemen ulang itu kami semua kondisinya lagi drop, jadi ya butuh waktu yang lumayan.

Unyil: Kesibukan keluarga juga sih. Udah pada nikah, punya anak, jadi pada sibuk.

Ajie: Udah om-om semua ini.

(semua tertawa)

Krucil: Mungkin tambahannya dari Themilo sih, kami mau mengucapkan terima kasih buat Guardian Angels (sebutan untuk fans Themilo), karena selama kami mengalami masa drop, ternyata efek dari bocornya materi yang sebelumnya itu banyak dari mereka yang minta ada fisiknya.

Unyil: Kami hampir 7 tahun nggak ngeluarin album, tapi manggung tetap ada, berarti kan orang masih pengen nonton Themilo. Kami kan jadi semangat juga. Kami bingung juga kok masih ada aja orang yang ngundang, padahal udah lama nggak ngeluarin album. Akhirnya, kami ngerasa, “Wah, ini harus rilis album nih buat bayar utang.”

Themilo sudah lama tidak merilis album, ada taktik agar Themilo tetap ditunggu orang dan bahkan meraup fans-fans baru?

Ajie: Kalau berbicara taktik, kami tuh sebenarnya udah tidak mikirin sama sekali, tapi ternyata ada sesuatu yang tidak terlihat sama sekali; intangible-nya. Kami tuh mikirnya, “Pokoknya kami harus pecah bisul dulu! Album harus rilis!” Pada kenyataannya, kami pantau melalui media internet, ternyata kami meraup dua segmen. Teman-teman yang seusia kami itu masih penasaran, fans-fans baru ternyata kami raup juga. Sangat tidak terkira. Dengan keluarnya Photograph, momennya mungkin pas ya untuk scene Themilo sendiri. Jadi yang seangkatan masih pada nunggu, yang baru-baru ternyata ingin tahu tentang Themilo.

Unyil: Dan dari materi yang bocor dulu, tidak termasuk single kami sekarang yang “Daun dan Ranting Menuju Surga”. Pas dulu materi awal Photograph bocor, alhamdulillah “Daun dan Ranting Menuju Surga” tidak bocor. Makanya pas keluar, kami langsung pilih lagu tersebut sebagai single.

Lagu “Daun dan Ranting Menuju Surga” sudah ada sejak lama?

Unyil: Udah nge-take, tapi belum ada vokal dan segala macamnya. Jadi tidak disebut bocorlah, lagu itu masih rahasia.

Sebenarnya kalian tahu tidak bagaimana materi kalian bisa bocor?

(semua tertawa)

Ajie: Hmm, jadi ini ada dugaan. Dulu itu kami studionya di rumah, dan di situ siapa aja bisa datang dan akses komputer itu sangat gampang. Kalau kami lagi nonton atau apa, orang lain bisa duduk di meja komputer alasannya mau main game, ternyata ngopi lagu dan segala macam kan kami tidak tahu. Tapi ya, nggak tau, sudahlah.

(semua tertawa)

Beberapa personil Themilo ada yang dulu bermain di band metal, apa tidak kangen membawakan musik seperti itu?

Ajie: Kangen. Pas lagi latihan juga kami masih membawakan lagu-lagu metal. Biar skill-nya nggak hilanglah.

(semua tertawa)

Unyil: Di tengah-tengah latihan juga kami biasanya bawa Sepultura.

Kalian mau tur di Singapura pada awal April nanti, prosesnya kalian bisa diminta untuk main di Singapura bagaimana?

Ajie: Nah ini… kurang mengerti juga kami sebetulnya.

(semua tertawa)

Ajie: Kami nggak tahu menahu di balik itu ada apa, tapi manajer Themilo cuma bilang, “Tanggal 1-3 April main di Singapura.” Kami nggak antusias tanya kenapa dan gimana, karena baru kali ini ada pertanyaan itu (tertawa).

Krucil: Jadi nggak nyiapin jawaban.

(semua tertawa)

Unyil: Pokoknya ada acara Rock the Region di Singapura, katanya itu annual. Tiap negara ada tiga band, tahun ini wakil Indonesia ada Themilo, Leonardo, dan L”alphalpha. Tiba-tiba manajer kami dicontact aja gitu, tapi kami nggak tau gimana prosesnya.

(tertawa)

Krucil: Manajer kami juga udah di kontak dari empat bulan yang lalu.

Berarti Photograph belum dirilis ya ketika manajer kalian dikontak sama pihak Rock the Region?

Up: Nah, justru itu. Aneh kan udah lama nggak rilis album, ternyata masih ada yang manggil buat main di Singapura (tertawa).

Kalau perbedaan album kalian yang Let Me Begin dengan Photograph terletak di mana?

A: Dari angle-nya. Kalau Let Me Begin itu cerita tentang Themilo, kalau Photograph itu seakan-akan kami megang kamera dan memfoto objek-objek di sekitar. Sebenarnya itu dari teman-teman di lingkungan Themilo sendiri, kami capture curhat (curahan hati) mereka. Mereka tuh pada curhat sama masing-masing personil Themilo. Mereka curhat, lalu kami sadar, “Wah, menarik nih kalau kita jadiin lagu.” Kami jadiin lirik, lalu buat aransemen musiknya. Terkadang kami buat lebih dramatis lagi. Banyak yang bilang kalau lagu-lagu di Photograph sangat galau, sebetulnya yang cerita ke kami yang galau, bukan Themilo.

(semua tertawa)

Teman-teman kalian sadar atau tidak kalau curhatan mereka kalian jadikan lagu?

Ajie: Tidak, kami juga nggak ngomong ke mereka kalau curhatan mereka kami jadikan lagu. Kalaupun ada yang sadar, mereka juga pasti diam-diam saja (tertawa).

Upik: Kalau ada pendengar yang mikir, “Wah, ini gua banget,” ya itu berarti lagu itu buat dia. Nggak cuma buat si pencurhat saja.

Pernah merasa bosan membawakan musik shoegaze?

Un: Saya sih nggak pernah bosan. Saya jujur saja, main musik dari hati ya dari hati. Saya main musik apa yang saya suka. Sepertinya kita kalau ngerjain apa yang kita suka ya nggak akan bosan seumur hidup.